Oleh: Ir. Martayadi Tajuddin, MM *)
Gemilangpos.com, Jambi - Wacana pembangunan jalan khusus dan Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) batu bara di Jambi, kembali memicu perdebatan publik. Sebagian kelompok menyuarakan kekhawatiran tentang potensi ancaman debu batu bara terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat. Bahkan dalam beberapa narasi, debu batu bara disebut sebagai ancaman “mematikan” yang harus ditolak total.
Namun sebagai pengamat lingkungan, memandang isu ini dalam perspektif ilmiah yang perlu disikapi dengan lebih rasional dan teknokratis. Kita perlu memilah antara kekhawatiran yang beralasan dan ketakutan yang dibesar-besarkan.
Ancaman debu batu bara memang nyata, tetapi bukan tak terkendali. Dengan tata kelola lingkungan yang tepat, pendekatan teknologi mutakhir, dan prinsip kehati-hatian investor, risiko tersebut dapat diminimalisasi secara signifikan.
*Debu Batu Bara dalam Perspektif Ilmiah*
Debu batu bara termasuk dalam kelompok particulate matter (PM), khususnya PM10 dan PM2.5, yang jika terhirup terus-menerus dalam jumlah tinggi, dapat berdampak buruk bagi saluran pernapasan dan sistem kardiovaskular. WHO (2021) dan KLHK (2023) telah menegaskan pentingnya pengendalian PM2.5 sebagai bagian dari perlindungan kesehatan masyarakat.
Namun, penting untuk dipahami bahwa tingkat risiko sangat ditentukan oleh intensitas dan lama paparan. Dengan manajemen risiko yang baik dan teknologi mitigasi yang tepat, eksposur terhadap debu batu bara dapat ditekan hingga di bawah ambang batas yang ditetapkan oleh WHO dan regulasi nasional.
*Preseden Lapangan: Dari Kegagalan hingga Praktik Baik*
Kasus debu di beberapa stockpile di Provinsi mungkin adalah contoh buruk dari lemahnya teknologi yang digunakan mengakibatkan kegagalan sistemik dalam mereduksi debu, akibatnya sebaran debu tidak terkendali.
Namun kita juga memiliki preseden yang menunjukkan bahwa hal itu dapat dicegah. PT RMK Energy Tbk di Sumatera Selatan salah satunya, mereka melakukan perombakan teknologi secara besar-besaran sejak tahun 2023. Menerapkan teknologi Water Sprayer, melengkapi area stockpile dengan enclosed conveyor, dust suppression system, fog cannon, dan monitoring udara real-time, sehingga emisi debu bisa ditekan secara signifikan.
Jika ambang batas partikulat debu halus PM2.5 yang ditetapkan Kementerian LHK yaitu 65 mikrogram per m3 dalam durasi waktu 24 jam. RMKE dengan teknologi Water Sprayer bahkan mampu menjaga 22-23 mikrogram per m3. Angka ini bahkan jauh di bawah baku mutu internal mereka yaitu 55 mikrogram per m3.
Tak hanya RMKE, PT Adaro Indonesia, PT Bayan Resources hingga Kaltim Prima Coal, telah membuktikan bahkan teknologi bisa mereduksi permasalahan debu dan pencemaran udara. Perusahaan-perusahaan ini telah memperoleh sertifikasi ISO 14001 untuk manajemen lingkungan, dan menjadikan sistem pengendalian debu sebagai bagian integral dari rantai produksi mereka.
*Jalan Khusus Batu Bara: Solusi Terukur, Bukan Ancaman*
Di Jambi, jalan umum seringkali menjadi medan konflik akibat lalu lintas truk batu bara. Kerusakan jalan, kecelakaan, dan gangguan debu telah menimbulkan ketegangan sosial. Dalam konteks ini, pembangunan jalan khusus batu bara justru merupakan solusi strategis: memisahkan aktivitas industri dari pemukiman, sekaligus memberikan ruang pengawasan yang lebih terukur.
Jalur ini umumnya dirancang dengan sistem tertutup, pengawasan ketat, kecepatan kendaraan dibatasi, dan fasilitas penanganan debu seperti penyemprotan air berkala, wheel wash system, serta penutup truk berbahan kedap. Pengendalian debu di jalur khusus jauh lebih mudah daripada jika truk batu bara bercampur dengan lalu lintas umum.
*Teknologi Pengendalian Debu Batu Bara: Dari Hulu ke Hilir, Semua Bisa Dikendalikan*
Pengendalian debu batu bara bukan sekadar wacana, tapi praktik nyata yang telah diterapkan di berbagai wilayah tambang, baik di dalam maupun luar negeri. Dengan pendekatan terintegrasi dari hulu ke hilir, ancaman debu yang sering dikhawatirkan sebenarnya dapat diminimalkan secara signifikan menggunakan teknologi yang sudah teruji secara ilmiah.
Di area hulu, yaitu kawasan tambang dan jalur pengangkutan (hauling), pengendalian debu dimulai dengan penyemprotan cairan khusus pengikat debu yang ramah lingkungan (dust suppression spray) pada permukaan jalan dan material angkut. Truk pengangkut juga diwajibkan menggunakan penutup kedap debu serta membatasi kecepatan maksimal guna menghindari turbulensi udara yang memicu debu beterbangan. Sebelum keluar dari area tambang, kendaraan harus melewati sistem pencucian roda otomatis (wheel washer) untuk mencegah penyebaran material halus ke jalan umum.
Pada area stockpile, tempat batu bara ditumpuk sebelum dikirim ke pelabuhan, diterapkan beberapa lapis pengendalian. Pemasangan wind fence atau pagar pemecah angin bertujuan untuk mengurangi sebaran partikel halus akibat hembusan angin. Di sisi lain, penggunaan fog cannon dan sistem penyemprot air otomatis (sprinkler) secara rutin membantu menekan partikel debu agar tidak terlepas ke udara. Tumpukan batu bara juga ditutup menggunakan bahan geo-membran untuk mencegah pelepasan debu dari sumbernya.
Sementara di hilir, yaitu di area pelabuhan atau Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS), proses bongkar muat telah menggunakan teknologi tertutup seperti enclosed conveyor system, sehingga batu bara tidak lagi berpindah secara terbuka. Untuk mengurangi turbulensi saat pemuatan ke kapal, digunakan ship loader bertekanan rendah yang didesain agar meminimalkan pelepasan partikel halus ke udara sekitar. Lebih jauh, seluruh proses dimonitor melalui sistem pemantauan kualitas udara berbasis sensor digital real-time yang mendeteksi konsentrasi PM10 dan PM2.5 sebagai indikator utama polusi udara.
Seluruh teknologi ini bukan sekadar wacana, tetapi telah terbukti secara ilmiah dan telah diadopsi oleh berbagai perusahaan tambang berskala besar di Indonesia dan internasional. Pendekatan teknologis ini menjadi bukti bahwa ancaman debu batu bara bukanlah momok yang tak terkendali, melainkan tantangan teknis yang dapat diatasi secara sistematis dan bertanggung jawab.
*Investasi Triliunan Rupiah Butuh Kepastian, Bukan Konflik*
Perlu dipahami bahwa investor di sektor ini tidak bekerja tanpa perhitungan. Setiap proyek besar yang bernilai triliunan rupiah pasti melewati proses kajian risiko lingkungan (Environmental Risk Assessment) dan studi kelayakan yang mencakup analisis sosial, ekologis, dan teknis. Para investor tak ingin menanggung risiko kerugian akibat konflik sosial, pelanggaran hukum, atau pencemaran yang tidak terkendali. Oleh karena itu, justru mereka lebih berkepentingan untuk menerapkan standar lingkungan yang tinggi, bukan sebaliknya.
Mereka menerapkan prinsip precautionary principle dan risk management, di mana setiap potensi risiko dikaji, dimitigasi, dan dimonitor secara kontinu. Ini adalah bagian dari prinsip keberlanjutan yang kini menjadi standar global bagi investasi di sektor energi dan pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan.
Ancaman debu batu bara adalah fakta ilmiah. Namun menanggapinya dengan narasi ketakutan tanpa solusi hanya akan memperkeruh ruang dialog. Yang kita butuhkan bukan penolakan membabi buta, tetapi kebijakan yang cerdas, sistem pengawasan yang ketat, dan teknologi pengendalian yang aplikatif.
Masyarakat berhak atas udara bersih. Pemerintah wajib menjaga keseimbangan lingkungan. Investor berhak atas kepastian usaha. Ketiganya bisa berjalan beriringan, jika semua pihak bertindak berdasarkan akal sehat, ilmu pengetahuan, dan itikad baik.
Daftar Pustaka:
1. WHO. (2021). Air Pollution and Health Report
2. KLHK. (2023). Status Lingkungan Hidup Indonesia
3. IFC. (2012). Performance Standards on Environmental and Social Sustainability
4. Adaro Energy. (2022). Sustainability Report
5. Bayan Resources. (2021). Environmental Best Practices
6. PP No. 11 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan
7. ISO 14001:2015 – Environmental Management System
8. Kompas.com. (2024) - Cara RMK Energy Turunkan Intensitas Debu di Kawasan Tambang Batu Bara
*) Penulis adalah Akademisi- Alumni Teknik Arsitektur Instititut Teknologi Bandung (ITB) dan Pengamat Pembangunan Infrastruktur, Lingkungan dan Pembangunan Berkelanjutan.